A.
Ius Constitutum dan Ius Constituendum
a.
Ius contitutum adalah hukum
positif suatu Negara, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu Negara pada suatu
saat tertentu.
b.
Ius contituendum adalah hukum
yang dicita-citakan oleh pergaulan hidup dan Negara, tetapi belum merupakan
kaidah dalam bentuk undang-undang atau berbagai ketentuan lain.
B.
Hukum Alam dan Hukum Positif
a.
Hukum alam
Hukum alam adalah ekspresi dari kegiatan
manusia yang mencari keadilan sejati yang mutlak
b. Hukum positif
Hukum positif atau stellingrecht, merupakan suatu kaidah yang berlaku sebenarnya
merumuskan suatu hubungan yang pantas antara hukum dengan akibat hukum yang
merupakan abstraksi dari keputuan-keputusan.
c. Hukum positif, hukum alam dan keadilan
Hukum
positif adalah suatu penyusunan terhadap hidup kemasyarakatan, yang ditetapkan
atas kuasa masyarakat itu, dan berlaku untuk masyarakat itu hukum positif itu
terbatas menurut waktu dan tempat.
Letak perbedaan dengan hukum
alam adalah norma-normanya tidak ditetapkan oleh manusia, akan tetapi
norma-norma itu bersifat ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan di luar manusia,
norma-norma itu bersifat kekal dan abadi.
Didalam De iure belli ac pacis, prolegomena, ps. VII oleh hugo de
Groot dirumuskan empat (4) norma dasar didalam hukum alam:
1. Kita harus menjauhkan diri daripada harta
benda kepunyaan orang lain.
2.
Kita harus mengembalikan harta benda kepunyaan orang lain yang berada
didalam tangan kita, beserta hasil daripada harta benda orang yang telah kita
kecap.
3.
Kita harus menepati perjanjian-perjanjian kita.
4.
Kita harus mengganti kerugian yang disebabkan oleh salah kita, lagi pula
kita harus dihukum apabila perbuatan kita pantas disalahkan.
Dari keempat norma itu ternyata bahwa norma dasar itu merupakan norma-norma kesusilaan kemasyarakatan.
Perkataan alam atau kodrat
didalam hukum alam tergolong kepada hukum alam didalam arti yang luas, hukum alam didalam arti yang sempit adalah penyelidikan secara empiris daripada
gejala-gejala didalam alam yang materiil yang mengelilingi kita yakni sekedar
alam itu tertangkap oleh panca indera kita.
Kita dapat membeda-bedakan dua
aliran didalam ajaran hukum alam menurut arti yang dipertalikan dengan
perkataan ”kodrat”yakni:
a. Hukum alam
menurut kodrat manusia
b. Hukum alam menurut kodrat
hukum
Ahli-ahli filsafat hukum, yang
hendak mengartikan”kodrat” didalam istilah ”hukum alam” sebagai ”kodrat
manusia” sangatlah mementingkan mempelajari kodrat manusia, berdasarkan kodrat
manusia itu, norma-norma hukum alam dapatlah disifatkan (menurut pendapat
mereka).
a. Hugo de groot (1583-1645)
mempertahankan bahwa kodrat manusia terkandung didalam pengertian. Appetitus
socialis (kecenderungan supaya manusia berteman).
b.
Thomas hobbes (1588-1679)
berpendapat bahwa homo-homini lupus (manusia bertindak terhadap sesama
manusia sebagai binatang liar), bila masyarakat tidak di kuasai oleh hukum maka
hidup manusia merupakan kekacauan abadi dan semua manusia senantiasa akan
menyerang semua manusia (belium omnium contra omnes).
c. Christian
Thomasius (1655-1728) menekankan bahwa ketiga jenis lapangan norma-norma
yang disifatkannya (hukum, kesusilaan dan politik) hanya mempunyai suatu maksud
yang sama ialah untuk memajukan kebahagian manusia.
d. David Hume (1711-1776) menekankan bahwa
kesadaran kesusilaan manusia menentukan sikapnya terhadap hukum.
Akhirnya dapatkah orang mempersamakan keadilan dengan hukum alam? Keadilan tidak
dapat menentukan isi hukum positif secara madi. Keadilan hanya mempunyai kadar zahiri,
ialah sebagai nilai yang mutlak, sebagai dasar konstitutif, dan taraf
pertimbangan untuk hukum positif.
Sebaliknya, hukum alam mempunyai arti yang madi, norma-normanya mempunyai
isi tertentu, dengan norma-norma itu dibebankan kewajiban-kewajiban dan
diberikan hak-hak kepada manusia justru mengenai perhubungan dengan orang-orang
yang lain. Keadilan tidak dapat memerintahkan perbuatan-perbuatan yang harus
dilakukan oleh manusia, dan yang harus diabaikannya, dasar keadilan sebagai
nilai yang mutlak, hanya dapat menentukan apakah suatu perbuatan yang tertentu
sesuai atau bertentangan dengan keadilan, ialah baik atau buruknya perbuatan
itu. Sebaliknya hukum alam dapat memerintahkan dengan tegas perbuatan-perbuatan
yang manakah, secara madi harus kita lakukan dan abaikan.
- Hukum Positif dan Ilmu Hukum
Ilmu hukum sebagai suatu gabungan di mana
tergabung beberapa jenis ilmu, yang masing-masing mempersoalkan hukum positif,
akan tetapi masing-masing juga dari sudut yang berlainan.
Bellefroid
berpendirian bahwa ilmu hukum meliputi:
a. Ilmu hukum dogmatis, yang
menerangkan arti kaidah-kaidah hukum dan menyusun kaidah-kaidah itu ke dalam
suatu tata tertib hukum.
b. Sejarah hukum, mempersoalkan
sistem-sistem hukum di masa yang lampau yang turut membentuk dan menentukan isi
hukum positif pada masa sekarang.
c. Perbandingan hukum,
memperbandingkan tertib-tertib hukum positif yang berlaku pada suatu masa.
d. Politik hukum, menyelidiki
tuntutan-tuntutan sosial yang hendak diperhatikan oleh hukum.
e. Teori umum tentang hukum,
hendak mempersoalkan pengertian-pengertian dan asas-asas dasar yang diketemukan
di dalam setiap tertib hukum positif.
Mr. W. Zevenbergen mengemukakan pendapat yang
berbeda, ia mengatakan bahwa ilmu hukum terdiri atas:
a. Dogmatik hukum, memberikan
hukum positif.
b. Sejarah hukum, menyelidiki
perkembangan suatu tertib hukum positif yang tertentu dari awal-awalnya.
c. Perbandingan hukum,
membandingkan segala atau beberapa jenis tertib hukum satu dengan yang lain.
d. Filsafat hukum, yang
menentukan dengan cara bagaimana hukum dapat dikenali secara logis.
e. Politik hukum, mempersoalkan
hal-hal manakah dan dengan cara bagaimanakah harus diatur di dalam hukum.
C. Hukum Imperatif dan hukum Fakultatif
Hukum imperatif adalah kaidah-kaidah hukum yang secara apriori harus ditaati, sedangkan hukum
fakultatif tidaklah secara apriori harus ditaati atau tidak apriori wajib untuk
dipatuhi,
Dalam karya
Purnadi purbacaraka dan Soerjono soekanto ”Aneka cara pembedaan hukum” (1980)
telah ditunjukkan beberapa hal yang penting didalam pembedaan pasangan hukum
yang imperatif dan yang fakultatif yaitu ciri-ciri hukum fakultatif keduanya
dalam hubungan dengan hukum publik dan hukum perdata, dan perumusan hukum
imperatif dalam undang-undang yang akan menjelaskan tujuan pembedaan kedua pasangan
hukum yang imperatif dan yang fakultatif.
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian
a. Pada hukum fakultatif, pembentukan
undang-undang juga memberi perintah seperti halnya pada hukum imperatif. Hanya sifat perintahnya yang berbeda, maka
perintah tersebut lebih banyak diartikan sebagai petunjuk, sehingga perintah
ini langsung ditunjukkan kepada penegak hukum, berbeda dengan hukum imperatif
yang juga secara langsung tertuju kepada pribadi-pribadi.
b. Dalam hubungan dengan hukum publik dan hukum
perdata. Dari perbedaan sifat antara hukum yang imperatif dan yang fakultatif
secara garis besar dan pada umumnya, hukum publik relatif bersifat imperatif,
sedangkan hukum perdata bersifat fakultatuf, sekalipun dalam hukum perdata ada
yang bersifat imperatif.
Namun sifat hukum publik tetap
lebih imperatif karena umumnya kaidah-kaidah hukum publik bersifat hubungan
antara penguasa-penguasa dengan pribadi-pribadi, sehubungan dengan perlindungan
kepentingan umum yang berorientasi pada kesejahteraan bersama warga masyarakat.
c. Dalam persoalan pembedaan antara hukum yang
bersifat impertatif dan fakultatif ini tercermin bahwa hukum secara luas dan mendalam berusaha
mewujudkan keadilan sejati, ia memaksa secara apriori bila diperlukan bagi
kepentingan umum, namun untuk hal-hal tetentu apabila tidak sejalan dengan
keadaan nyata bisa fakultatif.
D. Hukum
Substantif dan Hukum Ajektif
Pembedaan
antara hukum substantif dan hukum ajektif terletak pada yang satu memberi
petunjuk, dalam hal ini substantif dijelaskan oleh ajektif sehingga perumusnnya
adalah sebagai berikut:
a. Hukum
substantif adalah rangkaian kaidah yang merumuskan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban dari subyek hukum yang terkait dalam hubungan hukum.
b. Hukum
ajektif adalah serangkaian kaidah yang memberi petunjuk dengan jelas tentang
bagaimana kaidah-kaidah materil dari hukum substantif ditegakkan.
Maka
keduanya adalah komplementer yang saling mengisi ini berarti pula bahwa hukum
subjektif adalah hukum materil, sedangkan hukum ajektif adalah hukum formil.
E. Hukum
Tidak Tertulis dan Tertulis
a. Hukum tak tertulis
Hukum tidak tertulis adalah
juga kebiasaan, salah satu contoh hukum tak tertulis adalah hukum adat
indonesia. Hukum tidak tertulis ini merupakan hukum yang tertua, namun ada
perbedaan yang essensial yakni pada hukum tidak tertulis didukung oleh
teori-teori kesadaran hukum yang dipengaruhi oleh mashab sejarah yang ditokohi
oleh von savigny.
b. Hukum tertulis
Hukum tertulis atau geschreven recht, adalah hukum yang mencakup perundang-undangan dalam
berbagai bentuk yang dibuat oleh pembuat undang-undang dan traktat yang
dihasilkan dari hubungan hukum internasional.
c. Hukum tercatat
Kembali pada hukum tidak tertulis perlu
sedikit dijelaskan bahwa ada hukum tidak tertulis yang benar-benar tidak pernah
ditulis sama sekali, ada pula hukum tak tertulis yang tercatat. Mengenai hukum
tercatat yang tidak termasuk sebagai hukum tertulis lebih jelas pelajari
Purnadi Purbacaraka - Soerjono Soekanto, ”Aneka cara pembedaan hukum” alumni
bandung, 1980.
Daftar Pustaka:
Dirdjosisworo, Soedjono. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : PT. Raja
Grafindo
Persada,
1983.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar